Asal Usul Bilangan Imajiner


Dewasa ini, ilmu matematika adalah ilmu dasar yang berperan dalam perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Matematika sebagai sumber ilmu menjadi acuan bagi orang-orang saat ini dalam menentukan atau membuat sebuah keputusan baik yang berbentuk kata-kata maupun berbentuk instrumentasi.
Dari masa ke masa banyak penemuan – penemuan yang terkait dengan matematika. Memasuki abad ke 19 sebagian ahli matematika melihat landasan filosofis matematika yang perlu dikaji kembali. Penemuan bilangan imajiner memainkan perananan penting dalam membuka teritorial pikiran baru yang terlegitimasi secara matematis, namun menyisakan problem filosofis dan logika yang tetap tak tersentuh. Bilangan imajiner sangat vital sebagai peralatan matematika, yang dengannya teorema fundamental aljabar dapat dikukuhkan.
bilangan imajiner tercipta disebabkan karena ia dibutuhkan. Sebagai contoh penyelesaikan persamaan semisal   akan menemui jalan buntu apabila di dalam matematika tidak dikenal konsep akar dua dari negatif satu. Karena itu terciptalah bilangan imaginer yang lebih populer disimbolkan dengan i , yang secara matematis memiliki kuantitas yang bersesuaian dengan akar dua dari negatif satu. Sehingga untuk mendapatkan solusi terhadap persamaan tadi, kita dapat memulainya dengan suatu anggapan i sebagai akar dua dari negatif satu. Namun anggapan ini belumlah menyentuh sisi filosofis penting dibalik munculnya bilangan imajiner.
Dari segi notasinya, bilangan imajiner adalah bilangan yang menakjubkan, setidaknya apabila kita mengkuadratkannya maka ia menjadi bilangan riil. Dengan menggunakan notasi akar dua dari negatif satu, yang disimbolkan dengan huruf i, persoalan akar dari bilangan negatifrf dapat diselesaikan. Lebih jauh penemuan bilangan imaginer melewati beberapa fase pemikiran dan memerlukan waktu yang berabad-abad lamanya sehingga para matematikawan bisa menerima keberadaan bilangan baru ini.
Sejarah penemuan bilangan imaginer dimulai pada tahun 1545 ketika seorang matematikawan berkebangsaan Italia, Girolamo Cardano, menerbitkan buku yang berjudul Ars Magna, di mana pada buku tersebut Cardano untuk pertama kalinya menyatakan solusi aljabar terhadap persamaan kubik yang berbentuk  yang kemudian dikenal sebagai persamaan kubik umum.Persamaan ini diselesaikan oleh Cardano dengan mereformulasi persamaan kubik tersebut ke dalam persamaan kubik lain yang tidak memiliki suku yang variabelnya dikuadratkan, yang disebut dengan persamaan depressed cubic.

Setelah Cardano mereformulasi persamaan kubik umum menjadi bentuk depressed cubic equation, masalah selanjutnya adalah bagaimana menyelesaikan